KEDIRI, KLALORINGMISTERI.COM – Meski banyak beberapa peninggalan sejarah di Kabupaten Kediri, ada situs peninggalan sejarah peradapan jawa kuno sebelum pada masa pemerintahan Sri Aji Jayoboyo, berupa petilasan Resi Mayangkoro dan ibunda Dewi Anjani yang masih ramai dikunjungi wisatawan.
Menurut juru kunci Mbh Suyono, Bukan hanya dari Kediri, melainkan juga wisatawan dari luar daerah. Bahkan, wisatawan asing sekali pun terkadang terlihat muncul di tempat ini.
“Kolo-kolo sing ndufu saking njawi jowo,jakarta kale bali Mas (Kadang yang datang dari luar negeri pun pernah ke sini, Jakarta, dan Bali juga mas), termasuk masyarakat Kediri. Tapi lebih banyak lagi pada saat momentum malam jumat kliwon,” tutur Mbah Yono, sang juru kunci kepada klaloringmisteri.com. Jumat 28 februari 2022
Selain bulan Syuro, pada Jumat Kliwon banyak masyarakat datang berkunjung. Sebelum pengunjung masuk ke dalam area petilasan Resi Mayangkoro, di dalam terdapat sebuah patung berwujud perempuan dalam sejarah singkat tentang Dewi Anjani ibu dari Resi Mayangkoro yang disabdo menjadi patung.
Tempat ini merupakan petilasan atau peristirahatan sang resi yang dulunya juga pernah merawat Sinuwun Prabu Sri Aji Jayabaya dan masih lestari sampai sekarang.
Selain sebagai tempat ritual, petilasan Resi Mayangkoro ini banyak digunakan untuk berbagai keperluan pengunjung atau peziarah sesuai keyakinan masing masing.
Hal ini seiring keyakinan masyarakat bahwa di petilasan Sang Resi ini, mereka menganggap, pada saat momentum tersebut dirasa paling pas untuk mengalap berkah. Menarik untuk disimak, ternyata yang datang ke tempat ini bukan hanya dari kalangan lapisan masyarakat biasa, tetapi juga para pejabat.
Pada saat momentum pemilihan legislatif (pileg) seperti sekarang, hingga pemilihan Kepala Daerah, banyak para calon yang datang berkunjung ke tempat ini, hanya sekadar untuk berdoa agar hajatnya terkabul.
“Sing Ndugu ngeh tyang pangkat mas, nopo maleh wonten kajat tilyang pangkat ngapunten asmone mboten sumerab (Kalau yang datang calon pimoinan itu dari berbagai penjuru datang waktu pilihan saja). Pokoknya banyak sekali, namanya tidak saya utarakan,” kata Mbah Yono dengan logat jawa sambil diawali doa jawa kuno.
Mbah Yono menilai siapa pun diperbolehkan untuk datang ke Petilasn Sang Resi Mayangkoro, tanpa memandang status maupun latar belakang agama maupun kepercayaaanya.
“Monggo lan kebuka sedoyo kemawon (Di sini boleh dan bebas), dalam arti kata hanya berdoa serta melestarikan budaya leluhur. Ini hanya sebagai perantara saja. Intinya percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Maha Segala,” tutur kakek yang rumahnya bersebelahan dengan petilasan, yang menjadi juru kunci sudah lama.
Reporter : Bay Laksamana
Pelukis Gaib : Lutfa